Nama-nama itu diberikan oleh murid-murid setelah masa hidup Syekh Mursyidnya. Seperti nama Thariqatul Ubudiyah diberikan oleh Abu Bakar Siddiq R.A. karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah diberikan oleh Sayyidina Salman Al Farisi R.A. karena kebenarannya dan kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq R.A. demikian seterusnya.
Gambaran silsilah guru-guru tariqah Naqsyabandiyah yang berantai sampai kepada Rasululloh SAW:
Di Papua, Khususnya kabupaten Merauke Tarekat Naqsyabandiyah mulai berkembang, yang dibawakan oleh khalifah Almarhum Tuan Guru Syeh H. Muhammad Harun Bin Sudji Tajul Arifin Al Makasari II. Beliau adalah murid terkasih dari Tuan Guru H. Djalaludin As-Sumatrani. Yang kini diwariskan kepada Tuan Guru Syeh Hamdani Al Jawani Kurik Bin Syeh H. Muhammad Harun Bin Sudji Tajul Arifin Al Makasari II Habibullah Rahmatullah Al Baqi Billah sejak tahun 2002.
Pokok-Pokok Ajaran Naqsyabandiyah dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat
a) Pokok-pokok ajaran tariqat Naqsyabandiyah.
Setelah kita membahas masalah perkembangan ajaran tariqat Naqsyabandiyah di Indonesia, maka sekarang kita akan membahas pokok-pokok ajaran dari tariqat tersebut. Yang termasuk pokok-pokoknya adalah :
1. Hush dar dam: “sadar sewaktu bernafas”. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah (al-Kurdi).
2. Nazar bar qadam: “menjaga langkah”. Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.
3. Safar dar watan: “melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. Atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi)
4. Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah keramaian”. Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep “innerweltliche Askese” dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai “menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang”; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah saja dan selalu wara’. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.
5. Yad kard: “ingat”, “menyebut”. Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.
6. Baz gasyt: “kembali”, ” memperbarui”. Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.
7. Nigah dasyt: “waspada”. Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): “Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun.”
8. Yad dasyt: “mengingat kembali”. Penglihatan yang diberkahi: secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.
b) Adapun tiga asas lainnya yang berasal dari Naqsyabandi sendiri ialah:
1) Wukuf zamani, yang artinya: tiap-tiap dua atau tiga jam seorang salik memperhatikan kembali keadaan jiwanya, jika dalam waktu itu dia teringat kepada Tuhan lalu bersyukur kepadanya, jika terlupa harus meminta ampun.
2) Wukuf adadi, yang artinya; memelihara bilangan ganjil, ketika melakukan zikir nafi dan isbat, misalnya disudahi pada kali yang kelima, sampai kali kedelapan puluh satu.
3) Wukuf qalbi, yang artiya menghilangkan; menghilangkan fikiran lebih dahulu daripada segala perasaan, kemudian dikumpulkan segala tenaga dan panca indra untuk melakukan tawajjuh dengan segala mati hati yang hakiki untuk menyelami ma’rifat Tuhannya.
Inilah sebelas dari amal perbuatan yang ditunjukkan oleh syekh Baha al-Din al Bukhari Naqsyabandi yang semuanya terdapat dalam perkataan Persia. Dalam tariqat naqsayabandiyah titik berat amalannya ada pada zikir. Zikir adalah berulang-ulang menyebut nama Allah atau menyatakan kalimat lailaha illallah dengan tujuan umtuk mencapai kesadaran akan Allah yang lebih langsung dan permanent. Berzikir adalah berwaktu luang dari seseorang sangatlah berharga dan bernilai serta tidak boleh dibiarkan seseorang sia-sia begitu saja, alih-alih, waktu luang ini mestilah digunakan melakukan dzikir lailaha illallah. “ Jangan engkau pandang berkarya suatu yang hilang darimu, tapi janganlah engkau kehilangan waktumu ”. Jadi di dalam tariqat Naqsyabandiyah juga, di dalam dzikir tariqat ini menggunakan lafaz lailaha illallah. Yang pada dasarnya semua tariqat juga menggunakan dzikir ini. Karena itu semua merupakan dasar untuk mencapai tingkatan dzikir yang lain.
Pengaruh Ajaran Tariqat Naqsyabandiyah Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat
Dalam kehidupan ini tidak bisa lepas dari dua macam interaksi atau hubungan yakni hubungan antara manusia dengan Tuhan (Hablum minallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya termasuk hubungannva dengan alam (Hablum minannas) Dalam ajaran Islam antara hubungan vertikal dengan sang khaliq tidak dapat dipisahkan dengan hubungan horizontal sesama makhluk. karena hanya perpaduan keduanya akan tercapai misi Islam yakni mewujudkan keselamatan dunia dan akhirat. Hubungan vertikal diatur melalui Ibadah, sementara hubungan horizontal diatur dalam bidang muamallah.
Kaitannya dengan interaksi vertikal dan horizontal itulah lalu timbul pada diri individu dan masyarkat berbagai perilaku yang menyangkut moral, etis, estetis, ekonomis,politis religius dan sebagainya. Perilaku disini terbagi menjadi dua yaitu Perilaku positif atau baik serta normal sesuai dengan norma agama maupun norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat dan ada prilaku negatif atau tidak baik, abnormal, divaluid kontorm, yang menyimpang, atau bertentangan dengan aturan-aturan normatif dari kacamata dan dari harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Di dalam sebuah masyarakat kedua macam prilaku tersebut mesti terjadi sebab memang sudah kodrat bahwa Allah menciptakan sesuatu berpasang-pasangan serta berlawanan misalnya pria berpasangan dengan wanita, ada siang ada malam, yang baik berlawanan dengan yang buruk atau jahat. Begitu pula tingkah laku positif bertentangan dengan tingkah laku negatif. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah surat al-Hujarat ayat 13
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artiya : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Antara kedua prilaku itu mana yang lebih dominan di suatu masyarakat, tergantung bagaimana cara pembinaannya. Kalau data pembinaannya baik maka dengan otomatis perilaku positiflah yang akan terbentuk, akan tetap: jika pembinaan masyarakat kurang baik maka tingkah laku negatiflah yang akan muncul yang demikian akan berlaku terus menerus.
Jadi, yang dimaksud prilaku disini adalah segala aktifitas dan pola hidup sehari-hari yang ditumbuhkan oleh individu dan masyarakat Didalam prilaku ini ada beberapa problema yang dapat timbul dalam masyarakat. Adapun problema-problema yang akan kami kemukakan disini adalah:
1. Masalah Ibadah
Problematika ini biasanya dihadapi oleh sebagian besar anggota masyarakat manapun, sebab segi ibadah suatu masyarakat itu secara langsung akan mempengaruhi kehidupan anggota masyarakat dengan cepat sekali. Hal itu karena adanya hubungan ibadah itu sendiri, semakin baik ibadah seseorang maka semakin baik pula prilakunya. Perilaku yang awalnya buruk yaitu suka berjudi, minum-minuman keras dan hal yang tidak terpuji lainnya akan berubah menjadi perbuatan yang terpuji sebab mereka menjadari semua itu dan kualitas ibadahnya semakin baik yang awalanya perilakunya tidak terpuji berangsur-angsur menjadi terpuji. Hal ini akan terjadi jika mereka memahami secara baik ajaran thariqat yang ada.
2. Masalah Sosial Kemasyarakatan
Pengaruh tariqat naqsybandiyah terhadap sosial kemasyrakatn adalah masyarakat yang awalnya jarang yag mau saling tolong menolong dan membantu sesamanya namun setelah mereka memasuki ajaran tariqat justru mereka berubah menjadi penolong, pemurah serta respek terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Ini bisa dilihat dengan mereka melakukan juma’at bersih, membersihkan selokan, dan menolong warga yang lagi punya kesusahan. Dan tidak itu saja didalam hal keagamaan mereka mengadakan pengajian dua kali dalam sebulan secata terus menerus.
Ini semua untuk menangkal masalah moral/akhlak yang selama ini merupakn ukuran dalam bermasyarakat dimasyarakat. Sebab masalah dekadensi moral ini timbul pada diri individu atau anggota masyarakat karena berbagai faktor, diantaranya karena jiwa, akibat tidak adanya pegangan dalam hidup. Nilai-nilai moral yang akan diambilnya sebagai pegangan terasa kabur, terutama mereka yang kurang mengindahkan nilai-nilai agama. Seandainya keadaan tersebut dibiarkan berkembang, maka kesejahteraan hidup yang seimbang antara kemakmuran lahiriyah dan kebahagiaan hidup batiniyah yang didambakan tidak akan bisa terwujud.
Untuk mengetahui masalah-masalah yang cukup membahayakan itu, berbagai usaha harus dilakukan diantaranya:
1) Prilaku mengandung saringan atau seleksi terhadap kebudayaan, asing yang masuk, agar unsur-unsur yang negatif dapat dihilangkan.
2) Agar diadakan pendidikan yang khusus baik dalam bidang kesejahteraan mental atau jiwa supaya anggota masyarakat dapat dibantu dalam menghadapi kegoncangan jiwa atau untuk menghindari terjadinya kegoncangan jiwa serta terciptanya ketenangan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Dengan semakin di intensifkannya pendidikan agama, baik dalam keluarga, maupun masyarakat supaya kehidupan beragama dapat terjamin, dan selanjutnya nilai-nilai moral yang baik dapat menjadi bagian dari pribadi masing-masing anggota masyarakat, nilai-moral yang pasti yang terdapat dalam ajaran agama itu akan membantu setiap individu untuk mendapatkan ketenangan jiwa.
Adapun jika perilaku yang tidak terpuji itu ingin berubah maka harus antara lain:
a) Taubah
Menurut orang sufi yang menyebabkan manusia jauh dari Allah adalah karena dosa, sebab dosa-adalah sesuatu yang kotor, sedangkan Allah maha suci dan menyukai yang suci. Oleh karena itu apabila seseorang ingin mendekatkan diri kepadaNya, maka terlebih dulu ia harus membersihkan dirinya dan segala macam dosa dengan jalan bertaubah. Taubah yang dimaksudkan orang sufi ialah taubah dalam arti yang sebenar-benarnya yaitu taubah yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. Taubah itu dibagi mcnjadi dua macam yaitu: a). Taubah awam yaitu taubah dari dosa, b). Taubah orang khawas yaitu taubah dari kelalaian, jadi taubah kedua inilah yang dimaksud dengan taubah yang sebenarnya. Taubah disini merupakan tahapan pertama yang harus dilewati oleh seorang, pengamal ajaran tariqat. Inilah yang disebut sebagai perubahan (konversi) dan merupakan pertanda dari kehidupan baru, Penyesalan atau taubah merupakan kebangkitan jiwa dari nyenyaknya ketidakperdulian, sehingga mereka yang merasa penuh dosa menyadari tindakannya yang jelek. merasa menyesal atas segala kesalahan dan kekeliruan yang pernah dilakukan pada masa lalu.
b) Zuhud
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dan segala kelezatannya adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa oleh karena itu orang yang belajar tariqat harus terlebih dahulu menjadi orang yang zuhud Dan ini sangat erat hubungannya dengan taubah sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terikat pada kesenangan duniawi. Mengenai pengertian ini terdapat berbagai variasi. Al Junaid berkata: zuhud ialah keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai. Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang zuhud menjawab; dalam kenyataanya tentang zuhud pada sesuatu yang tidak menjadi milikinya, bagaimana bisa dikatakan zuhud, sedangkan sesuatu itu masih ada padanya dan dia masih memilikinya. Jadi, zuhud merupakan salah satu dari apa yang akan menjadi pengaruh dari prilaku yang di kerjakan oleh para penganut ajaran tariqat. “ Menuntut dan mengejar dunia tidaklah dilarang, akan tetapi dunia bukanlah tujuan “, karena tujuan kita adalah mencari Allah Azza Wajalla.
c) Sabar
Abu Zakaria Ansari Berkata: Sabar merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya, terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang disenangmya maupun yang dibencinya. Abu Ali Daqaq mengatakan: hakikat sabar adalah keluar dan sesuatu bencana, sebagaimana sebelum terjadinya bencana itu. Dan Imam A-Ghazali mengatakan sabar adalah suatu kondisi jiwa yang terjadi karena dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa nafsu.
Dengan demikian, sabar dapat berarti konsekuen dan konsisten dalam melaksanakan semua perintah Allah. Berani menghadapi kesulitan dan tabah dalam menghadapi segala cobaan selama dalam perjuangan untuk mencapai ujian. Karena itu, sabar erat hubungannya dengan pengendalian diri sikap dan emosi apabila seseorang telah mampu mengontrol dan mengendalikan nafsunya maka sikap/sifat sabar akan tercipta.
Jika dilihat dan segi sifatnya sabar itu dapai dibagi menjadi lima bagian yaitu;
1. Sabar dalam beribadah artinya tekun mengendalikan diri mengikuti semua sarat dan rukun dan ibadah
2. Sabar ditimpa mala petaka, yaitu: teguh hati ketika mendapat cobaan, baik yang berbentuk kemiskinan maupun berupa kematian, kejatuhan, kecelakaan dan lain sebagainya
3. Sabar terhadap kehidupan dunia, yaitu sabar terrhadap tipu daya dunia; jangan sampai terikat hati kepada kenikmatan hidup duniawi
4. Sabar terhadap maksiat, yaitu mengendalikan diri supaya jangan melakukan perbuatan maksiat
5. Sabar dalam perjuangan, yaitu dengan menyadari sepenuhnya bahwa setiap perjuangan mengalami masa Up and Down, masa naik dan masa turun
d) Tawakkal
Tawakkal atau tawakkul berasal dari (bahasa Arab) berasal dari kata kerja (fiil) w-k-l, yang berarti mewakilkan atau menyerahkan. Jika dilihatdari segi istilah tawakkal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan atau menunggu akibat dari suatu keadaan. Imam Al- Gazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikul: tawakkal adalah menyandarkan kepada Allah SWT. Tatkala menghadapi suatu kepentingan, kesadaran kepadanya dalam waklu kesukuran teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang sufi yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam Tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuannya maha luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segalanya kepada Allah. Perilaku sosial atau tingkah laku sosial merupakan reaksi organisasi, individu yang diwujudkan secara nyata dalam tata kelakuaii penganutnya yang menyerap suatu ide, gagasan, norma, sikap, kepercayaan dan unsur-unsur lain yang terkait. Tata kelakuan menceraiinkan sikap hidup dan kelompok maniisia yang dilaksanakan sebagai alat pewaris secara sadar oleh penganutnya terhadap anggotanya. Perilaku merupakan reaksi adanya dorongan dalam diri manusia dan stimulus atau rangsangan dari luar dirinya yang mempengaruhi hubungan antar individu dengan lingkungan sosialnya. (Nasikun: 1995) Dalam teorinya " Excang" oleh George Homan menawarkan lima proposisi mengenai prilaku, yaitu:
1. Jika tingkah laku atau kejadian sudah lewat dalam konteks stimulus dan situasi tertentu manperoleh ganjaran, maka tingkah laku atau kejadian yang mempunyai hubungan stimulus atau situasi yang sama akan dilakukan. Proposisi menyangkut apa yang terjadi pada masa silam dan sekarang.
2. Frekwensi ganjaran yang diterima atas tingkah laku tertentu kemungkinan terjadi pada masa sekarang. Makin sering trngkah laku seseorang memberikan ganjaran kepada orang lain, makin sering pula orang tersebut mengulang tingkah lakunya.
3. Memberikan arti atau nilai kepada tingkah laku yang diarahkan oleh orang lain terhadap aktor. Makin berninai bagi orang suatu tingkah laku orang lain yang ditunjukkan kepadanya, maka makin besar pula orang lainmengulangi tingkah lakunya.
4. Makin sering orang menerima ganjaran atas tindakannya dari orang lain, makin berkurang nilai dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya.
5. Makin dirugikan seseorang dalam hubungannnya dengan orang lain, makin besar kemungkinan seseorang mengembangkan emosi.
Inilah diantara perilaku yang harus ditonjolkan bagi penganut ajaran tariqat khususnya tariqat Naqsyabandiyah Karena dengan keempat dan pengaruh yang akan timbul dari para penganut ajaran tariqat ini mereka akan bisa menjadikan prilaku mereka itu menjadi prilaku yang positif dan sesuai dengan ajaran agama yaitu agama Islam, serta mampu hidup dengan masyarakat yang ada disekelilingnya.
Apabila pelaksanaan ajaran tariqat dengan segala tujuan sebagaimana tersebut di atas dapat terwujud dengan optimal, lebih jauh akan mampu menumbuhkan perkembangan masa depan masyarakat dan menyempurnakan keutamaannya. Sehingga pada tataran itu anggota masyarakat akan dapat lebih memuaskan akal budinya, menentramkan jiwanya, memulihkan kepercayaannya dan sekaligus mengembalikan keutuhannya yang nyaris punah karena dorongan kehidupan materialistis dan belenggu hawa nafsu. Selanjutnya jika perilaku pelaksanan keagamaan dalam suatu masayarakat sudah terbina, maka dengan sendirinya akan menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendali tingkah-laku, sikap dan gerak-geriknya dalam kehidupan. Konsekuensinya apabila ajaran agama telah masuk menjadi bagian dari perilakunya, maka dengan sendirinya dia akan menjauhi segala larangan Allah SWT dan mengerjakan segala perintah-Nya. Bukan karena paksaan dari luar tetapi karena dorongan dari bathinnya sendiri. Akhirnya akan terlihat bahwa nilai-nilai yang tampak tercermin dalam kehidupan sehari-hari, perkataan, sikap dan moral pada umumnya. Dan jika setiap peribadi dalam masyarakat nampak seperti itu maka akan dapat dipastikan terwujudnya masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 158:
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui
Dengan ajaran Tariqat Naqsyabandiyahnya itu semua merupakan sebuah pedoman bagi masyarakat melalui petuah mursyidnya. Ini bisa dilihat masyarakat yang awalnya banyak berperilaku yang tidak terpuji berubah menjadi berperilaku yang terpuji. Sebab semua itu diakibatkan oleh ajaran tariqat yang dikembangkan oleh si mursyid. Dan sebenarnya semua itu berawal dari keresahan seorang mursyid yang dikenal oleh masyarakat orang yang mempunyai pengetahuan keagamaan yang tinggi melakukan dakwah untuk merubah keadaan masyarakatnya yang selama itu banyak menyimpang dari ajaran agama khususnya agama Islam. Cara yang dilakukan pertama kali mulai dari keluarganya dan berlanjut kekerabanya yang terdekat dan sampai kepada masyarakat sekitarnya dan sampai sekarangpun sudah menyebar merata. Dimana contoh susunan kegiatan keagamaan tariqat ini adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan peugajian umum baik di masjid maupun di mushalla-mushalla dan tempat lainnya.
2. Disamping kegiatan pengajian umum diadakan acara yasinan, wiridtan (wirid kliusus Tharekat Naqsyabandiyah), pembacaan barazanji, zikir khatam bagi penganut Tariqat Naqsyabandiyah dan lain-lainnya.
3. Melaksanakan kegiatan PHBI seperti maulid nabi, isra' mi'raj, hari raya dan bentuk acara PHBI lainnya.
Disamping semaraknya kegiatan-kegiatan keagamaan, diadakan pula kegiatan-kegiatan sosial seperti:
1. Gotong royong untuk membangun masjid, mushalla, kantor desa, jembatan dan sarana umum lainnya.
2. Gotong royong dalam mengolah tanah dengan saling membantu anatara sesama masyarakat setempat.
3. Membangun fasilitas umum dimana masyarakat di desa ini sangat patuh dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial seperti memperbaiki jalan, selokan, membersihkan tempat ibadah, dan membersihkan lingkungan sekitarnya.
4. Tempat konsultasi problem, masalah kehidupan, kematian bahkan mati kemudian hidup kembali dengan izin Allah SWT, apabila hidupnya masih dipandang bermanfaat dan maslahat
5. Penampungan orang-orang sakit mental (kejiwaan)
6. Dan masih banyak lagi yang tidak mampu diungkapkan satu persatu
0 Komentar